Kamis, 28 Agustus 2014

Khutbah Jumat-Hati Yang Istiqamah

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia, dan di hari yang mulia ini, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketakwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu ketakwaan yang dibangun karena mengharap keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala dan bukan keridhaan manusia, ketakwaan yang dilandasi karena ilmu yang bersumber dari al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah, dan ketakwaan yang dibuktikan dengan amal perbuatan dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan NabiNya karena mengharap rahmat Allah Subhanahu Wata’ala dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan Allah dan NabiNya karena takut terhadap azab dan siksa Allah Subhanahu Wata’ala. 
Thalq bin Habib Rahimahullah seorang tabi'in, suatu ketika pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Fatawanya,

اَلتَّقْوَى: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَرْجُو رَحْمَة َالله وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ الله ، تَخَافَ عَذَابَ الله. 

"Takwa adalah kamu mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, kamu mengharapkan rahmat Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, serta kamu takut azab Allah." 
Demikianlah seharusnya yang selalu ada dan tumbuh dalam benak dan hati setiap Muslim, sehingga akan membawa dampak dan bekas yang baik, melahirkan pribadi-pribadi yang istiqamah dan iltizam (konsisten) terhadap agamanya sehingga pada akhirnya akan membentuk keluarga dan komunitas masyarakat yang senantiasa berjalan di atas manhaj dan jalan yang lurus. Dengan demikian, Allah Subhanahu Wata’ala akan memberikan kehidupan yang baik di dunia serta memberikan balasan pahala yang lebih baik dari apa yang telah diperbuat di akhirat kelak sebagaimana yang telah Allah Subhanahu Wata’ala janjikan.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah 
Sebenarnya yang menjadi pangkal utama sehingga seseorang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan memperoleh rahmat Allah Subhanahu Wata’ala serta selamat dari azabNya pada Hari Kiamat kelak adalah sejauh mana dia dapat menjaga dan memelihara hatinya sehingga selalu condong dan mempunyai ketergantungan hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala sebagai satu-satunya dzat yang selalu membolak-balikkan hati setiap hambaNya sesuai dengan kehendakNya, dan bukan justru sebaliknya, di mana hatinya selalu condong kepada hawa nafsunya dan tipu daya setan laknatullah alaihi. Karena pada dasarnya Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan melihat ketampanan dan kecantikan wajah kita, tidak pula melihat kemulusan dan kemolekan badan-badan kita, namun Allah Subhanahu Wata’ala hanya akan melihat hati-hati kita dan amal perbuatan kita. Manakala hati seseorang bersih, maka akan membawa dampak kepada kebaikan seluruh anggota tubuhnya, begitu sebaliknya jika hati seseorang telah rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuhnya, sebagaimana hal ini pernah diisyaratkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, 1/20.

أَلاَ، وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. 
"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh dan jika rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. al-Bukhari). 
Karena itulah ma'asyiral Muslimin, hati mempunyai peranan yang sangat fital dalam diri seseorang dan menjadi sentral bagi anggota tubuh lainnya sehingga keberadaannyalah yang dapat menentukan baik buruk dan hitam putihnya seluruh amalan dan aspek kehidupan seorang Muslim.
Tentu yang demikian tidak sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan manusia, khususnya kaum Muslimin di mana kalau kita perhatikan kondisi kebanyakan mereka, niscaya kita akan menyaksikan suatu fenomena yang sangat memprihatinkan dan me-nyedihkan. Mereka memahami bahwa tolak ukur kebahagiaan seseorang sekedar dengan penampilan lahiriyah dan materi belaka, sehingga mereka sibuk dengan kehidupan dunianya, memperkaya diri, memperindah dan mempercantik diri dengan berbagai macam bentuk keindahan dunia, namun pada saat yang sama, mereka lalai dan lupa dengan keindahan, kebersihan, serta kesucian batin yang pada akhirnya justru dapat menyelamatkan mereka; baik di dunia maupun di akhirat kelak. Marilah kita renungkan sebuah ayat sebagai bantahan Allah terhadap mereka, sebagaimana Firman-Nya :

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِءْيًا 
"Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata." (Maryam: 74).
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَشَدَّ قُوَّةً وَءَاثَارًا فِي اْلأَرْضِ فَمَآأَغْنَى عَنْهُم مَّاكَانُوا يَكْسِبُون. 

"Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Orang-orang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka." (Al-Mu`min: 82). 
Dua ayat di atas, cukuplah memberikan penjelasan dan informasi kepada kita bahwa segala sesuatu yang mereka usahakan dan mereka nikmati ternyata tidak berguna dan tidak dapat menyelamatkan mereka.Na'udzubillahi min dzalik.

Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah 
Oleh karenanya, keindahan batin dan keselamatan hati merupakan dasar dan pondasi keberuntungan di dunia dan di Hari Kiamat kelak. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

يَابَنِى ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ ِالله لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ 
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Al-A'raf: 26). 
Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara agung dan kedudukannya pun sangat mulia, sehingga Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan kitab-kitab suciNya untuk memperbaiki hati, dan Dia utus para Rasul untuk menyucikan hati, membersihkan, dan memperindahnya. Demikianlah Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ 
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(Yunus: 57).
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

لَقَدْ مَنَّ ِالله عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ 
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keda-tangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Ali Imran: 164). 
Ajaran yang paling besar yang dibawa oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah memperbaiki hati. Maka tidak ada cara untuk menyucikan dan memperbaiki hati kecuali cara yang telah ditempuh oleh beliau Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan demikian seseorang akan memahami bahwa hatinya merupakan tempat bagi cahaya dan petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala, yang dengannya seseorang dapat mengenal Rabbnya, mengenal nama-namaNya dan sifat-sifatNya, serta dapat menghayati ayat-ayat syar'iyah Allah, dengannya seseorang dapat merenungkan ayat-ayat kauniyahNya serta dengannya seseorang dapat menempuh perjalanan menuju akhirat, karena sesungguhnya perjalanan menuju Allah Subhanahu Wata’ala adalah perjalanan hati dan bukan perjalanan jasad. 
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menuturkan di dalam salah satu kitab beliau, "Hati yang sehat, yaitu hati yang selalu terjaga dari syirik, sifat dengki, iri hati, kikir, takabur, cinta dunia dan jabatan. Ia terbebas dari semua penyakit yang akan menjauhkannya dari Allah Subhanahu Wata’ala. Ia selamat dari setiap syubhat yang menghadangnya. Ia terhindar dari intaian syahwat yang menentang jati dirinya, dan ia terbebas dari segala keinginan yang akan menyesaki tujuannya. Ia akan terbebas dari segala penghambat yang akan menghalanginya dari jalan Allah. Inilah hati yang sehat di surga dunia dan surga di alam kubur, serta surga di Hari Kiamat. Keselamatan hati tidak akan terwujud, kecuali dengan terjaga dari lima perkara, yaitu syirik yang bertentangan dengan tauhid, dari bid'ah yang berhadapan dengan sunnah, dari syahwat yang menghambat urusannya, dari ghaflah(kelalaian) yang menghilangkan dzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dari hawa nafsu yang akan menghalangi ikhlash." (al-Jawab al-Kafi, 1/176). 
Ibnu Rajab al-Hanbali pernah berkata, "Keutamaan itu tidak akan diraih dengan banyaknya amal jasmani, akan tetapi diraih dengan ketulusan niat kepada Allah Subhanahu Wata’ala benar, lagi sesuai dengan sunnah Nabi dan dengan banyaknya pengetahuan dan amalan hati." (Mahajjah fi Sair ad-Daljah, hal. 52). 
Ini semua menunjukkan bahwa dasar keimanan atau kekufuran, hidayah atau kesesatan, keberuntungan atau kenistaan tergantung pada apa yang tertanam di dalam hati seorang hamba. 
Abu Hurairah pernah menuturkan, bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّ الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ، وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ. 

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasadmu, dan tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada hati kamu, kemudian menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya." (HR. Muslim, no. 2564). 
Bahkan, mayoritas ulama berkeyakinan bahwa siapa saja yang dipaksa untuk menyatakan "kekufuran", maka ia tidak berdosa selagi hatinya masih tetap teguh beriman kepada Islam dan tetap dalam kondisi tenang beriman, sebagaimana FirmanNya :

مَن كَفَرَ بلله مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ ِالله وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُُ . ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى اْلأَخِرَةِ وَأَنَّ الله َ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
"Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (maka dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak ber-dosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan dia mendapat azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (An-Nahl: 106-107). 
Ayat ini diturunkan, sebagaimana pendapat mayoritas ahli tafsir adalah berkenaan dengan kejadian yang menimpa Ammar bin Yasir, manakalah ia masuk Islam, ia mendapat siksaan dari orang-orang kafir Quraisy di Makkah sehingga ia mau mengucapkan kalimat kekufuran kepada Allah dan cacian kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di lain kesempatan peristiwa tersebut ia laporkan kepada Rasu-lullah sambil menangis.

قَالَ: كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ قَالَ: مُطْمَئِنًّا بِالْإِيْمَانِ. قَالَ: إِنْ عَادُوْا فَعُدْ. 

"... maka Nabi bersabda, 'Bagaimana kondisi hatimu?' Ia menjawab, 'Aku masih tenang dalam beriman.' Maka Nabi bersabda (untuk menggembirakannya dan memberinya kemudahan), 'Kalau mereka kembali menyiksa, maka silahkan lakukan lagi'." (HR. al-Hakim, 2/357). 
Di dalam sebuah hadits yang lain, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Anas bin Malik,

لَا يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ. 
"Iman seseorang tidak akan lurus (benar) sebelum hatinya lurus." (HR. Ahmad, no. 13079).

Ma'asyiral Muslimin Sidang Jum'ah Rahimakumullah 
Demikian agungnya keutamaan dan urgensi hati seseorang di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga kita dapat mengetahui kebanyakan sumpah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam diucapkan dengan ungkapan,

لَا، وَمُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ. 
"Tidak, demi Dzat yang membolak-balikkan hati."
Dan di antara doa beliau adalah,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ. 
"Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu." 
Hal yang demikian, karena pada dasarnya kadangkala hati seseorang bisa mengeras, seperti batu atau bahkan lebih keras dari itu, sehingga ia akan jauh dari Allah Subhanahu Wata’ala, rahmatNya, dan dari ketaatanNya. Dan sejauh-jauh hati dari Allah Subhanahu Wata’ala adalah hati yang kasar, di mana peringatan tidak lagi bermanfaat baginya, nasihat tidak dapat menjadikan dia lembut, perkataan tidak menjadikannya berilmu, sehingga seseorang yang memiliki hati yang demikian di dalam dadanya, maka hatinya tidak memberikan manfaat apa-apa baginya, dan tidak akan melahirkan sesuatu pun, kecuali kejahatan. Sebaliknya hati yang lembut, yang takut dan tunduk merendahkan diri terhadap Penciptanya, Allah Subhanahu Wata’ala, serta selalu mendekatkan diri kepadaNya, mengharapkan rahmatNya dan menjaga ketaatanNya, maka pemiliknya akan mempunyai hati yang bersih, selalu menerima kebaikan. 
Maka dari itulah, Allah Subhanahu Wata’ala menggarisbawahi bahwa keselamatan di Hari Kiamat kelak sangat tergantung kepada keselamatan, kebersihan, dan kebaikan hati. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى ِالله بِقَلْبٍ سَلِيم 

"Di hari yang mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara` : 88 - 89). 
Dengan demikian, marilah kita bersungguh-sungguh dalam menjaga hati dan senantiasa mengawasinya, di mana dan kapan saja waktunya, karena ia satu-satunya anggota tubuh kita yang paling besar bahayanya, paling mudah pengaruhnya, dan paling sulit mengurus dan memperbaikinya. Wallahul musta'an.

اللهم أَصْلِحْ شَأْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاهْدِهِمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ، اللهم ارْزُقْهُمْ رِزْقًا مُبَارَكًا طَيِّبًا. اللهم أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
فَاتَّقُوا الله عِبَادَ ِالله ، وَخُذُوْا بِالْأَسْبَابِ الَّتِيْ تَحْيَى بِهَا الْقُلُوْبُ قَبْلَ أَنْ تَقْسُوَ وَتَمُوْتَ، فَإِنَّ ذلك مَنَاطُ سَعَادَتِكُمْ أَوْ شَقَائِكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ ِالله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إلا ِالله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: 


Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Miqdad bin al-Aswad, ia menceritakan, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda :

لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلَابًا مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيًا. 

"Sungguh, hati anak Adam (manusia) itu sangat (mudah) berbolak-balik daripada bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan mendidih." (HR. Ahmad, no. 24317).

Kemudian al-Miqdad berkata, "Sesungguhnya orang yang beruntung (bahagia) itu adalah orang yang benar-benar terhindar dari berbagai fitnah (dosa)." Ia mengulangi ucapannya tiga kali, sambil memberikan isyarat bahwa sebab berbolak-balik dan berubahnya hati adalah dosa-dosa yang berdatangan menodai hati. 
Maka dari itu, agar hati kita tidak mudah terpeleset dan menyimpang dari kebenaran dan cahaya dari Allah Subhanahu Wata’ala, bahkan sampai tertutup dan terkunci karena hawa nafsu yang membelit-nya serta segala hal yang dapat merusak dan membinasakannya, maka perlu adanya usaha-usaha penjagaan terhadap hati yang bersifat kuratif dan kontinyu, sekaligus resep (obat) sebagai usaha prefentif agar bisa selamat dari segala bentuk penyakit-penyakit hati yang mematikan. 
Di antara hal yang dapat menyebabkan hati seseorang menjadi tenang dan bersih adalah amalan memperbanyak membaca ayat-ayat al-Qur`an dan mendengarkannya, karena al-Qur`an merupakan penawar yang ampuh dari penyakit syubhat dan nafsu syahwat yang keduanya merupakan inti penyakit hati seseorang. Di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan yang akurat yang membedakan yang haq dari yang batil, sehingga syubhat akan hilang, dan di dalamnya terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di dunia, dan menghimbau untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat, sehingga penyakit nafsu syahwat akan hilang. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ 

"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (Qaf : 37). 
ِالله نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ ِالله ذَلِكَ هُدَى ِالله يَهْدِي بِهِ مَن يَشَآءُ وَمَن يُضْلِل ِالله فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ 

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur`an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, gemetar karenanya, kemudian kulit dan hati mereka menjadi tenang di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pemberi petunjuk pun baginya." (Az-Zumar: 23). 
Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur`an yang menunjukkan demikian. Ini menunjukkan bahwa al-Qur`an adalah sesuatu yang paling agung yang dapat melembutkan hati, bagi yang membaca, mendengarkan, dan merenungkannya, serta mengamalkannya dalam prilaku kehidupan sehari-hari.
Di antara usaha yang dapat menenangkan hati adalah dengan mengambil pelajaran terhadap kejadian dan peristiwa serta kehancuran yang menimpa umat-umat terdahulu akibat kemaksiatan yang mereka lakukan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ . أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لاَتَعْمَى اْلأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ 

"Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zhalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya, dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesung-guhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang berada di dalam dada." (Al-Hajj: 45 - 46). 
Kemudian di antara yang dapat menenangkan hati adalah dengan banyak mengingat Allah Subhanahu Wata’ala dalam situasi dan kondisi apa pun. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ الله وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, maka gemetarlah hati mereka, dan apa-bila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, maka bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Rabb merekalah mereka bertawakal."(Al-Anfal: 2).
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ الله أَلاَبِذِكْر ِالله تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ 

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (Ar-Rad: 28). 
Dan termasuk penjagaan hati adalah menerima secara total setiap perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan mengamalkannya serta menjauhi setiap laranganNya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَإِذَا مَآأُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هذه إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ . وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ 

"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, 'Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?' Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada), dan mereka mati dalam keadaan kafir."(At-Taubah: 124 - 125).
Dan Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَإِذَا مَآأُنزِلَتْ سُورَةٌ نَّظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُم مِّنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ الله قُلُوبَهُم بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَيَفْقَهُونَ 

"Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata), 'Adakah seorang dari (orang-orang Muslimin) yang melihat kamu?' Sesudah itu pun mereka pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti." (At-Taubah: 127). 
Dan di antara amalan yang dapat menjaga hati seseorang dan membuatnya lembut adalah turut merenungkan keadaan orang-orang sakit, orang fakir miskin, serta orang-orang yang telah tertimpa musibah dan cobaan. Karena dengan mengunjungi orang sakit dan melihat kondisi dan penderitaan mereka akibat penyakit yang dideritanya, maka kita bisa menilai nikmat, begitu juga manakala kita melihat keadaan orang-orang fakir miskin dan anak yatim, dan merenungkan apa yang menjadi kebutuhan mereka, tentu kita akan merasakan dan mengetahui nilai nikmat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah dianugerahkan kepada kita sehingga dapat menenangkan hati kita. Namun manakala kita mengabaikan hal-hal yang demikian, maka yang demikian dapat membuat hati-hati kita mengeras.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا 

"Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap WajahNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengha-rapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi: 28).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah 
Di samping kita memperhatikan dan menghiasi hati-hati kita dengan hal-hal tersebut di atas, maka sebagai bentuk penjagaan kita juga harus senantiasa menghindari hal-hal yang dapat mengotori, merusak, menodai, dan mencemarkan hati-hati kita. Di antaranya, tidak sibuk dan mudah terpedaya dengan kenikmatan dunia yang melalaikan, terbiasa dan membiarkan mata memandang hal-hal yang diharamkan; baik melalui televisi ataupun video, dari segala bentuk siaran sinetron, ataupun gambar-gambar yang terdapat dalam surat kabar ataupun majalah, mendengarkan musik dan menikmati nyanyian seorang penyanyi, ataupun menyibukkan diri dengan olah raga tertentu, baik mengikuti perkembangannya, melihatnya secara berlebihan sampai banyak menyita sebagian besar waktu yang ada. 
Dan di antara yang dapat mengotori dan merusak hati adalah makan makanan yang haram, dan berteman dengan pelaku dosa dan maksiat. 
Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya kebajikan itu menyebabkan cahaya di dalam hati, sinar di wajah, kekuatan pada jasmani, melapangkan rizki dan menimbulkan rasa kasih sayang terhadap sesama. Sedangkan keburukan (dosa) menyebabkan kegelapan di dalam hati, kemuraman pada muka, kelemahan pada jasmani, mengurangi rizki, dan menimbulkan rasa benci terhadap sesama." (Madarij as-Salikin, 1/424). 
Semoga kita yang hadir di majelis yang mulia ini, termasuk golongan yang akan mendapat penjagaan dari Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga hati-hati kita senantiasa selamat dan bersih dari segala sesuatu yang dapat menodai dan merusaknya.Amin ya rabbal 'alamin. 

إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Khutbah Jumat-Tanda-Tanda Cinta Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam


Kewajiban cinta kepada Rasul shallallahu alaihi wa salam, kenapa harus cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam?, apa tanda-tanda cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam? (Redaksi www.khotbahjumat.com)
Tanda-Tanda Cinta Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Ikhwani fid-din yang dimuliakan Allah.
Jamaah Jumat rahimakumullah, marilah kita kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang merupakan pangkat dan keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jumat, khusus bagi kita yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shabar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan shabar”. Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan Taqwa, marilah kita sedikit membahas “Cinta kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.
Saat ini, di tengah-tengah masyarakat sedang marak berbagai aktivitas yang mengatasnamakan cinta Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Banyak di antara mereka yang mengadakan acara ritual keagamaan sebagai manifestasi rasa cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut.
Ikhwani fid-din yang dimuliakan Allah.
Kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam adalah perintah agama. Tetapi untuk mengekspresikan cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam tidak boleh kita lakukan menurut selera dan hawa nafsu kita sendiri. Sebab jika cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam itu kita ekspresikan secara serampangan dan tanpa mengindahkan syariat agama maka bukannya pahala yang kita terima, tetapi malahan dapat menuai dosa.
Dari Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa salam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa salam bersabda: “Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (Muttafaq Alaih).
Dengan mengacu pada hadits shahih di atas, dapat kita ambil poin-poin berikut ini: Kewajiban cinta kepada Rasul shallallahu alaihi wa salam, kenapa harus cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam?, apa tanda-tanda cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam?,
Pertama, Kewajiban Cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam
Hadits shahih di atas adalah dalil tentang wajibnya mencintai Nabi shallallahu alaihi wa salam dengan kualitas cinta tertinggi. Yakni kecintaan yang benar-benar melekat di hati yang mengalahkan kecintaan kita terhadap apapun dan siapapun di dunia ini. Bahkan meskipun terhadap orang-orang yang paling dekat dengan kita, seperti anak-anak dan ibu bapak kita. Bahkan cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam itu harus pula mengalahkan kecintaan kita terhadap diri kita sendiri.
Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan, Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa salam : “Sesungguhnya engkau wahai Rasulullah, adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri.” Nabi shallallahu alaihi wa salam bersabda, ‘Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sehingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri’. Maka Umar berkata kepada beliau, ‘Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.’ Maka Nabi shallallahu alaihi wa salam bersabda, Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar.”
Karena itu, barangsiapa yang kecintaannya kepada Nabi shallallahu alaihi wa salam belum sampai pada tingkat ini maka belumlah sempurna imannya, dan ia belum bisa merasakan manisnya iman hakiki sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas radhiallahu ‘anhu , dari Nabi shallallahu alaihi wa salam , beliau bersabda:
“Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, ‘Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya……”
Ikhwani fid-din yang dimuliakan Allah.
Kedua, Mengapa kita harus mencintai Rasul shallallahu alaihi wa salam?
Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul shallallahu alaihi wa salam secara sempurna kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama)nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah Ta’ala. Dan selalu mengutamakan akhirat daripada dunia dan perhiasannya.
Cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam inilah dengan izin Allah menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah menyelamatkan kita dari Neraka, serta dengan mengikuti beliau shallallahu alaihi wa salam, kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat.
Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya Hari Kiamat. Yakni hari di mana setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya karena sibuk dengan urusannya sendiri. Dan barangsiapa lebih mengagungkan cinta dan hawa nafsunya kepada isteri, anak-anak dan harta benda duniawi maka cintanya ini akan bisa mengalahkan kecintaannya kepada para ahli agama, utamanya Rasul shallallahu alaihi wa salam .
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
[KHUTBAH KEDUA]
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
Ketiga, tanda-tanda Cinta Rasul shallallahu alaihi wa salam
Cinta Nabi shallallahu alaihi wa salam tidaklah berupa kecenderungan sentimentil dan romantisme pada saat-saat khusus, misalnya dengan peringatan-peringatan tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa.
Ikhwani fid-din yang dimuliakan Allah.
Adapun tanda-tanda cinta sejati kepada Rasul shallallahu alaihi wa salam adalah:
Menaati beliau shallallahu alaihi wa salam dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Pecinta sejati Rasul shallallahu alaihi wa salam manakala mendengar Nabi shallallahu alaihi wa salam memerintahkan sesuatu akan segera menunaikannya. Ia tak akan meninggalkannya meskipun itu bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya. Ia juga tidak akan mendahulukan ketaatannya kepada isteri, anak, orang tua atau adat kaumnya. Sebab kecintaannya kepada Nabi shallallahu alaihi wa salam lebih dari segala-galanya. Dan memang, pecinta sejati akan patuh kepada yang dicintainya.
Adapun orang yang dengan mudahnya menyalahi dan meninggalkan perintah-perintah Nabi shallallahu alaihi wa salam serta menerjang berbagai kemungkaran maka pada dasarnya dia jauh lebih mencintai dirinya sendiri. Sehingga kita saksikan dengan mudahnya ia meninggalkan shalat lima waktu, padahal Nabi shallallahu alaihi wa salam sangat mengagungkan perkara shalat, hingga ia diwasiatkan pada detik-detik akhir sakaratul mautnya. Dan orang jenis ini, akan dengan ringan pula melakukan berbagai larangan agama lainnya. Na’udzubillah min dzalik.
Menolong dan mengagungkan beliau shallallahu alaihi wa salam. Dan ini telah dilakukan oleh para sahabat sesudah beliau wafat. Yakni dengan menyosialisasikan, menyebarkan dan mengagungkan sunnah-sunnahnya di tengah-tengah kehidupan umat manusia, betapapun tantangan dan resiko yang dihadapinya.
Tidak menerima sesuatupun perintah dan larangan kecuali melalui beliau shallallahu alaihi wa salam, rela dengan apa yang beliau tetapkan, serta tidak merasa sempit dada dengan sesuatu pun dari sunnahnya. Adapun selain beliau, hingga para ulama dan shalihin maka mereka adalah pengikut Nabi shallallahu alaihi wa salam.Tidak seorang pun dari mereka boleh diterima perintah atau larangannya kecuali berdasarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa salam.
Mengikuti beliau shallallahu alaihi wa salam dalam segala halnya. Dalam hal shalat, wudhu, makan, tidur dsb. Juga berakhlak dengan akhlak beliau shallallahu alaihi wa salam dalam kasih sayangnya, rendah hatinya, kedermawanannya, kesabaran dan zuhudnya dsb.
Memperbanyak mengingat dan shalawat atas beliau shallallahu alaihi wa salam. Mengharapkan bisa mimpi melihat beliau, betapapun harga yang harus dibayar. Dalam hal shalawat Nabi shallallahu alaihi wa salam bersabda:
“Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim).
Adapun bentuk shalawat atas Nabi shallallahu alaihi wa salam adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab: “Ucapkanlah:
( Ya Allah, bershalawatlah atas Muhammad dan keluarga Muhammad).” (HR. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858).
Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi shallallahu alaihi wa salam. Seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Ali radhiallahu ‘anhum dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau shallallahu alaihi wa salam mencintai mereka. Kita harus mencintai orang yang dicintai beliau dan membenci orang yang dibenci beliau shallallahu alaihi wa salam. Lebih dari itu, hendaknya kita mencintai segala sesuatu yang dicintai Nabi, termasuk ucapan, perbuatan dan sesuatu lainnya.
Ikhwani fid-din yang dimuliakan Allah.
Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menaati beliau, sabar dalam menghidupkan sunnah-sunnahnya, mengikuti beliau dalam segala hal, mencintai beliau dan orang-orang yang dicintainya dan bershalawat kepadanya. Mencintai beliau bukanlah dengan melakukan aktifitas, perayaan-perayaan khusus yang sama sekali tidak pernah beliau ajarkan, sebab hal itu sama saja dengan menyelisihi perintah dan ketetapannya yang pada akhirnya dapat menyebabkan dosa dan maksiat kepadanya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan kepada kita keimanan dan rasa cinta yang tinggi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga segala apa yang telah beliau tetapkan dapat kita terima dan laksanakan tanpa ada keberatan sedikitpun.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبّنَا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبّنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لله رَبّ الْعَالَمِيْنَ.
Sumber: http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkhutbah&id=272

Khutbah Jumat-Meraih Sifat Qona’ah (Merasa Kecukupan)


Khutbah Pertama:
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bertakwa dengan cara menaati-Nya bukan berbuatk maksiat kepada-Nya, mensyukuri nikmat-Nya bukan malah mengkufurinya, dan selalu mengingat-Nya bukan melupakan-Nya.
Segala puji bagi-Nya Rabb semesta alam, yang telah mengaruniakan berbagai kenikmatan yang tak terhingga. Shalawat dan salam bagi penghulu para rasul, kekasih dan penyejuk hati kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Kaum Muslimin rahimakumullah,
Banyak yang memiliki harta namun jarang memiliki sifat mulia, yaitu qana’ah (merasa cukup dengan nikmat Allah). Padahal jika seorang muslim meraihnya ia seakan-akan memiliki dunia seisinya. Jika memilikinya, ia tidak tamak pada harta orang lain dan juga selalu ridho dengan ketetapan Allah. Ia pun yakin segala yang ditetapkan oleh Allah, itulah yang terbaik.
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan jika kita memiliki tiga nikmat layaknya kita memiliki seisi dunia.
Dari Ubaidillah bin  Mihshan  al-Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Hadits di atas menunjukkan bahwa tiga nikmat di atas jika telah ada dalam diri seorang muslim, maka itu sudah jadi nikmat yang besar. Siapa yang di pagi hari mendapatkan tiga nikmat tersebut berarti ia telah memiliki dunia seisinya. Lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, hal. 160.
Ajaran Sifat Qana’ah
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Hadits di atas dibawakan oleh Ibnu Majah dalam Bab ”Qana’ah”. Di mana rizki yang disebutkan dalam hadits tersebut dikatakan cukup dan patut disyukuri. Inilah sifat qana’ah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Pembahasan qana’ah dalam sunan Ibnu Majah tersebut disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, shahih kata Syaikh Al Albani). Lihat bahasan di Rumaysho.Com: Lihatlah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Harta.
Disebutkan pula hadits Abu Hurairah berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain. Baca artikel Rumaysho.Com: Kaya Hati, Itulah Kaya Senyatanya.
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,
يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا، لأن كثيرًا ممن وسع الله عليه فى المال يكون فقير النفس لا يقنع بما أعطى فهو يجتهد دائبًا فى الزيادة، ولا يبالى من أين يأتيه، فكأنه فقير من المال؛ لشدة شرهه وحرصه على الجمع، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، الذى استغنى صاحبه بالقليل وقنع به، ولم يحرص على الزيادة فيه
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Yang dimaksud qana’ah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,
الرضا بقضاء الله تعالى والتسليم لأمره علم أن ما عند الله خير للأبرار،
”Ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik.” Itulah qana’ah.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَنَا مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ:
Namun Tak Mengapa dengan Kaya Harta
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
”Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4: 69, shahih kata Syaikh Al Albani). Baca artikel Rumaysho.Com: Sehat Lebih Baik daripada Kaya.
Jadi tak mengapa kaya asalkan bertakwa. Yang namanya bertakwa, selalu merasa cukup dengan kekayaan tersebut. Ia tidak rakus dengan terus menambah. Kalau pun menambah karena hartanya dikembangkan, ia pun merasa cukup dengan karunia Allah yang ada. Dan yang namanya bertakwa berarti selalu menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut melalui zakat, menempuh jalan yang benar dalam mencari harta dan menjauhi cara memperoleh harta yang diharamkan Islam.
Ya Allah, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga kami menjadi hamba yang qana’ah dan kaya hati, yaitu dianugerahi hati yang selalu merasa cukup.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول :  اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’al memberikan kita hati yang pandai bersyukur kepadanya, merasa cukup dengan karunianya, dan bisa memanfaatkannya secara maksimal di jalan yang Dia ridhai.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الفَاتِحِيْنَ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dengan sedikit perubahan oleh tim KhotbahJumat.com

Khutbah Jumat-Obat Kesedihan



Manusia tidak terlepas dari yang namanya kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.Dan setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. [Redaksi KhotbahJumat.com]

***
OBAT KESEDIHAN

KHUTBAH JUM’AT PERTAMA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita bersyukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang telah tercurah kepada kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang bersyukur, sehingga Allah akan menambah pemberiaan nikmat-Nya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dengan tanpa batas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتاً حَسَناً وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقاً قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَـذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ إنَّ اللّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Maka Rabb-nya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata, ‘Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini.’ Maryam menjawab,’Makanan itu dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS. Ali ‘Imran: 37)
Kaum Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Keimanan seseorang bisa berubah-ubah, dapat meningkat juga dapat merosot tajam. Keimanan akan meningkat dengan amalan shalih yang dikerjakan. Dan kemerosotannya disebabkan terjadinya pelanggaran syariat dan maksiat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggambarkan keimanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadrak dengan sanad hasan, “Sesungguhnya keimanan dapat menjadi lekang, bagaikan baju yang bisa berubah usang. Karena itu, mintalah kepada Allah agar Allah memperbaharui iman dalam hati kalian.”
Kita harus memonitor keimanan yang merupakan barang paling berharga yang kita miliki. Kita mesti mengontrol amalan yang selama in biasa kita lakukan. Jangan sampai terjadi kemerosotan, apalagi sampai keimanan hilang dari dada. Kemerosotan iman saja sangat merugikan manusia, apalagi jika seseorang murtad, keluar dari agama Islam, sudah tentu kerugian dunia akhirat pasti didapat. Sahabat Abu Darda Radhiallahu ‘anhu berpesan, “Termasuk tanda kecerdasan seorang (hamba) Muslim, ia selalu mengetahui apakah imannya sedang naik ataupun menurun.”
Oleh karena itu marilah kita meningkatkan takwa kita kepada Allah Ta’ala karena takwa adalah sebaik-baik bekal bagi seorang hamba dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Kaum Muslimin Rahikumullah,
Kehidupan manusia tidak selamanya bahagia. Manusia tidak terlepas dari yang namanya kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.
Dan setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka kita dapatkan kebanyakan mereka menghilangkan kesedihan dengan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, merokok mendatangi dukun, mendengarkan musik dan lain-lain yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. Oleh sebab itu bukanlah ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Adapun kita kaum Muslimin, maka kita memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan penyakit tersebut, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditakdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.
Kemudian obat berikutnya adalah doa yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
مَا أَصَابَ عَبْدًا هَمٌ وَلاَ حُزْنٌ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صدَْرِي، وَجِلاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي وَغَمي إِلا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَغَمهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا
“Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku di tangan-Mu, berlaku kepadaku hukum-Mu, adil atasku Qadha-Mu (keputusan-Mu), aku meminta kepada-Mu dengan seluruh nama-nama-Mu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hamba-Mu, supaya Engkau menjadikan Alquran penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan.”
Tentunya di dalam berdoa dengan doa di atas kita harus paham dengan makna yang terkandung di dalam doa tersebut, supaya kita menghadirkan hati kita di dalam berdoa. Karena Allah tidak menerima doa seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna doa tersebut.video-kajian-nikmat
Maka, Ibnu al-Qayim Rahimahullah menjelaskan kandungan makna doa tersebut sebagai berikut:
  • Pengakuan seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
  • Persaksian dia bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.
  • Memulai doanya dengan tawassul yang disyariatkan, yaitu dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak mungkin bisa dihitung.
  • Dalam doa ini terkandung permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan Alquran sebagai “Rabi’” bagi hatinya. Rabi’ adalah air hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan Alquran dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka Alquran pun menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota badan kita.
  • Kemudian permintaan hamba supaya Alquran dijadikan cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.
  • Permintaan seorang hamba supaya Allah menjadikan Alquran penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan Alquran , maka kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya, maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain Alquran itu pergi.
  • Dianjurkan bagi yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya pada hadits di atas.
Maka kesimpulannya, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan tauhid atau pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan Alquran yaitu dengan menjadikan Alquran sebagai petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

KHUTBAH JUM’AT KEDUA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِينَ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ., أَمَّابعد,
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Itulah obat yang dicontohkan oleh nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.
Kemudian kita juga diharuskan untuk menjauhi sebab-sebab munculnya kesedihan dan kesempitan hati yaitu dengan menjauhi sikap berpaling dari Alquran sebagaimana firman Allah,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)
Akhirnya marilah kita berdoa semoga Allah memberikan kepada kita keistiqamahan di dalam ilmu yang shalih dan amal yang shalih.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَْيتَنا ، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة ، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
َاللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ وَالأَبْصَارِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.

Khutbah JUmat-Perdamaian Itu Lebih Baik


Khutbah Pertama
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bekal terbaik bagi setiap orang yang mengharap rahmat-Nya. dengan takwa, seseorang akan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka dan dia akan mendapatkan kemudahan setelah kesusahan, dan kelapangan setelah kesempitan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (يونس : 62 ، 63)
“Ingatlah sesungguhnya wali-wali (kekasih-kekasih Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Kaum Muslimin rahimakumullah
Sesungguhnya pengetahuan manusia, keinginan, dan watak mereka itu berbeda-beda meskipun mereka berasal dari bapak dan ibu yang sama (yaitu Nabi Adam dan Hawa). Dan sebenarnya ini merupakan ujian, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain.Sanggupkah kamu bersabar Dan Rabbmu Maha Melihat.” (QS. Al-Furqan: 20)
Sebagian orang ada yang berkepribadian bijak, arif dan penuh toleran. Dia tidak mudah emosi dengan sedikit kalimat yang dia dengar.
Sebagian lagi, ada juga yang ceroboh, nekat, mudah tertipu, tidak sabar, mudah tersulut perkataan lalu berlaku konyol. Lisan dan tindak-tanduknya mendahului akalnya.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Seorang Mukmin adalah seorang juru damai yang agung, yang bisa menghimpun bukan memecah belah, yang memperbaiki bukan merusak; bijak dalam mendamaikan pihak yang bertikai. Dan sebagai imbal baliknya, banyak orang yang mendoakan kebaikan untuknya dan memujinya karena dia telah mendamaikan dan menyelamatkan dari perpecahan.
Orang yang memperhatikan realita saat ini, dia akan dapati adanya keretakan yang menggores kemurnian kecintaan dan jalinan persaudaraan. Hal ini nampak dari hawa nafsu yang dituruti, kebakhilan dan ketamakan yang diikuti, dan kebanggaan terhadap pendapat sendiri.
Sungguh benar Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ ، وَلَكِنْ فِي التَحْرِيْشِ بَيْنَهُمْ
Sesungguhnya syaitan telah putus asa dari (mendapatkan) penyembahan dari orang-orang yang shalat di jazirah arab, akan tetapi dia akan selalu mengadu domba di antara mereka. (HR. Muslim no. 2812).
Ketika terjadi pertengkaran dan pertikaian, maka perdamaian menjadi suatu yang sangat terpuji. Jika perselisihan adalah keburukan, pertengkaran dan pertikaian adalah aib, maka sebaliknya, perdamaian dan usaha mendamaikan adalah sebuah rahmat. Meski perbedaan pendapat pada manusia adalah hal yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَيَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
“Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” (QS. Hud: 118)
Namun Allah mengecualikan darinya orang-orang yang mendapat rahmat-Nya.
إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ
“Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu.” (QS. Hud: 119)
Perdamaian yang terwujud pada umat akan menjadikannya indah, namun jika hilang maka berbagai keburukan tidak akan terhindarkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
“Dan perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 128)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَصْلِحُوْا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu.(al-Anfal: 1)
Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman,
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ (النساء : 114)
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (QS. An-Nisa: 114)
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.” (QS. Al-Hujurat: 9)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“Sesugguhnya orang-orang mukmin adalah saudara.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Dan sungguh tidak ada di dunia juru damai yang sekelas dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mendamaikan suku-suku, antar individu-individu dan kelompok masyarakat. Beliau juga mendamaikan pasangan suami-istri, dua orang yang berutang-piutang, dan juga juru damai dalam penegakkan hak harta, nyawa dan kehormatan. Bagaimana tidak, padahal beliau sendiri bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلِ مِنْ دَرَجَةِ الصِيَامِ وَالصَلَاةِ وَالصَدَقَةِ قَالُوْا بَلَى قَالَ صَلَاحَ ذَاتَ البَيْنِ فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتَ البَيْنِ هِيَ الحَالِقَةُ
“Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama daripada puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu mendamaikan perselisihan diantara kamu, karena rusaknya perdamaian diantara kamu adalah pencukur (perusak agama).” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Disebutkan di dalam sebuah hadits;
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ : أَنَّ أَهْلَ قُبَاءِ اقْتَتَلُوْا حَتَّى تَرَامُوْا بِالحِجَارَةِ فَأَخْبَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ ( اِذْهَبُوْا بِنَا نُصْلِحُ بَيْنَهُمْ(
Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa penduduk Quba’ telah bertikai hingga saling lempar batu, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikabarkan tentang peristiwa itu, maka beliau bersabda: Mari kita pergi untuk mendamaikan mereka. (HR. al-Bukhari)
أقول ما تسمعون وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua:
الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على النبي المصطفى وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Wahai kaum Muslimin, semoga Allah selalu menjaga kita semua.
Sesungguhnya perdamaian termasuk diantara sebab munculnya rasa cinta dan perekat keretakan. Terkadang perdamaian itu lebih baik daripada hukum yang diputuskan hakim. Dalam perdamaian, ada pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ada dosa yang dihapuskan. Termasuk didalamnya, pertikaian dalam rumah tangga.
Namun untuk kita sadar bersama, bahwa semua upaya damai itu tidak akan terwujud kecuali dibarengi keinginan kuat yang nyata serta niat tulus dari semua pihak, antara juru damai dan yang didamaikan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaitkan perdamaian itu dengan adanya kemauan yang baik dari semua pihak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنْ يُرِيْدَا إِصْلَاحَا يُوَفِقِ اللهُ بَيْنَهُمَا
“Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu.” (QS. An-Nisa: 35)
Suatu ketika, Imam Hasan al-Bashri rahimahullah didatangi oleh dua orang yang bertikai dari Tsaqif. Lalu sang Imam berkata, “Kalian berdua masih satu kelompok dan satu kerabat, (kenapa) masih saja bertikai?” mereka menjawab, “Wahai Abu Sa’id, kami hanya ingin damai. “Beliau rahimahullah berkata, “Ya. Kalau begitu kalian bicaralah!” Akan tetapi keduanya malah saling melempar tuduhan dusta ke lawannya. Melihat ini, sang Imam menjawab, “Demi Allah! Kalian dusta! Bukan perdamaian yang kalian inginkan, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu.” (QS. An-Nisa: 35)
Oleh karenanya bertakwalah wahai para hamba Allah! Sudahi dan hentikanlah pertengkaran dan pertikaian, terutama yang disebabkan hal-hal remeh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ )الشورى : 40(
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (QS. Asy-Syura: 40)
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi saya dan anda semuanya dengan al-Qur’an dan mencurahkan manfaat dari isinya berupa ayat-ayat dan hikmahNya yang Maha Bijak. Itulah yang aku ucapkan, jika itu benar maka kebenaran dari Allah. Jika ada yang salah maka dari diri saya sendiri dan dari syetan. Dan aku beristighfar kepada Allah, sesungguhnya Ia Maha Pengampun.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
اللهم افتح بيننا وبين قومنا بالحق وأنت خير الفاتحين.
اللهم إنا نسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Sumber: Majalah as-Sunnah edisi 01, tahun XVI, Jumadil Akhir 1433 H/Mei 2012 M

Khutbah Jumat-Ujian Dunia dan Ujian Akhirat


Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعَهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى فَإِنَّ تَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا عِزٌّ وَفَلَاحٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Ibadallah,
Bertakwalah kepada Allah, karena takwa adalah sebaik-baik bekal yang akan mengantarkan seseorang kepada keridhaan-Nya. Takwa juga merupakan wasiat Allah Jalla wa ‘Ala kepada golongan manusia yang pertama hingga kelak yang terakhir nanti. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
“Dan telah kami wasiatkan kepada orang-orang yang mendapatkan kitab sebelum kalian dan juga kepada kalian agar bertakwa kepada Allah.” (QS. An-Nisa: 131)

Takwa adalah wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Dan ia juga merupakan wasiat para salafush shalih di antara sesama mereka. Karena itu, bertakwalah wahai hamba Allah, dekatkanlah diri kepada-Nya dalam keadaan sepi maupun di tengah keramaian, dalam keadaan menyendiri atau terlihat orang. Ingatlah hari dimana kita nanti akan dihadapkan kepada Allah Jalla wa ‘Ala, lalu Dia mempertanyakan tentang apa yang telah kita lakukan di dalam kehidupan ini.
Ibadallah,
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dan selainnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergerak kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya dengan lima pertanyaan: Tentang umurnya kemana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia belanjakan, dan apa yang sudah dia amalkan dari ilmunya?”
Lima pertanyaan yang diajukan kepada seorang hamba adalah tentang umur, tentang masa mudanya yang juga merupakan bagian dari umur, pertanyaan tentang harta; darimana didapat dan kemana dibelanjakan, dan pertanyaan tentang ilmu sampai mana ia amalkan; dari manapun kita memperoleh ilmu, baik dari khotbah Jumat, dari pengajian-pengajian umum, dari bacaan, dari mendengarkan orang lain, semua itu akan ditanyakan “mana amalannya?” karena tujuan dari ilmu adalah amal.
Ibadallah,
Inilah lima pertanyaan yang akan dihadapkan kepada jin dan manusia di hari kiamat kelak. Dan orang yang cerdas dia akan mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan itu nanti dengan jawaban yang tepat
Ibadallah,
Kita mengetahui, bahwa di hari kiamat kelak kita akan ditanya dan diuji, kita juga mengetahui bentuk-bentuk pertanyaan yang akan diujikan kepada manusia di hari tersebut, lalu semestinya seorang hamba menjadikan pertanyaan ini selalu terbayang di hadapannya selama ia mengarungi negeri beramal ini. Seorang hamba mengingat bahwa nanti Allah akan bertanya tentang umurnya, tentang masa mudanya, tentang hartanya, dan tentang amalnya. Kita benar-benar akan ditanya, benar-benar akan dikumpulkan di mahsyar, dan benar-benar akan berdiri di hadapan Allah, Rabb Yang Maha Agung.
Hasan al-Bashri pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang kurang beribadah namun sibuk dengan urusan dunianya, Hasan al-Bashri bertanya, “Berapa umurmu sekarang?” Laki-laki itu menjawab, “60 tahun”
Hasan kembali bertanya, “Tahukah engkau, bahwa saat ini engkau sedang berada dalam perjalanan dan perjalanan itu sudah hampir menemui ujungnya?”
Laki-laki itu menjawab, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (sesungguhnya kita miliki Allah dan kepada-Nya juga kita akan dikembalikan).”
Hasan menyambungnya, “Tahukah engkau tafsir kalimat yang engkau ucapkan itu?” Ia menjawab, “Apa tafisrnya.”
Kata Hasan, “Inna lillahi (sesungguhnya kita milik Allah) artinya saya adalah hamba milik Allah. Dan kalimat “wa inna ilaihi rajiun” artinya dan saya akan kembali. Ketika engkau tahu bahwa engkau adalah hamba miliki Allah dan kepada-Nya engkau akan dikembalikan, maka ketahuilah engkau pasti akan ditanya. Ketika engkau tahu akan ditanya, maka siapkanlah jawabannya.”
Laki-laki itu pun terperanjat mendengar perkataan Hasan tersebut, lalu dia mengatakan, “Lalu bagaimana jalan keluarnya?”
Hasan menjawab, “Jalan keluarnya adalah, perbaikilah amalan di sisa umurmu, maka Allah akan mengampuni kesalahanmu yang telah lalu.”
Ibadallah,
Adakah dari kita yang mengingat akan ujian ini dan merenungkan bahwa kita akan menghadapi pertanyaan di hadapan Rabb kita al-Jabbar Jalla wa ‘Ala, sudahkah kita mempersiapkan jawaban?
Sesungguhnya anak-anak kita yang sedang menempuh pendidikan, nanti mereka akan menjumpai ujian akhir di semester-semester mereka. Diuji atau ditanya dengan apa yang telah mereka dapatkan dan lewati dari ilmu yang mereka pelajari. Mereka ditanya dengan soal-soal ujian yang mereka tidak tahu seperti apa bentuk soalnya dan mereka bisa jadi terkejut saat waktu ujian tersebut. Setelah ujian, dan hasilnya baik, mereka pun senang dan bangga dengan hasil yang mereka dapatkan, bahkan orang tua pun ikut meresakan senang dan bangga.
Ibadallah,
Betapa indahnya sikap orang tua terhadap anak-anaknya, mereka menasihati, memberikan pengarahan, mengulangi pelajaran, dan memantau ujian. Betapa indahnya saat orang tua benar-benar menginginkan anaknya sukses dan berharap akan keberhasilan mereka. Betapa indahnya jikalau orang tua dan anaknya dengan perasaan demikian, namun berharap akan sesuatu yang lebih besar, orang tua bersama anakanya bersemangat akan ujian yang lebih agung pada hari kiamat saat berdiri di hadapan Allah, kemudian mereka berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan Allah tentang kehidupan mereka.
Apakah kita bersemangat dalam mengarahkan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian di hadapan Allah kelak? Apakah kita cuma menganggap ujian itu ada di dunia? Tidak ada celaan bagi ibu dan ayah yang anaknya tidak lulus saat menghadapi ujian dunia, akan tetapi celaan dan celaan bagi orang tua yang hanya perhatian dan senantiasa menasihati anaknya hanya sebatas ujian dunia dan lupa akan ujian di akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa dengan sebuah doa,
اللهم لَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, jangan jadikan dunia tujuan terbesar kami dan puncak ilmu kami.”
Renungkanlah sabda beliau, “jangan jadikan dunia tujuan terbesar kami”, artinya menaruh kepentingan terhadap dunia itu tidak mengapa, akan tetapi yang jadi permasalahan adalah ketika dunia menjadi fokus dan tujuan utama sehingga lalai dari mengejar akhirat.
Ibadallah,
Saat ini adalah kesempatan yang besar bagi kita untuk menyambut perintah-perintah Allah Jalla wa ‘Ala dengan penuh kejujuran dari hati kita, kita realisasikan perintah-Nya untuk menggapai ridha-Nya, dan merengkuh cinta dari-Nya.
Hari ini, Allah telah memberikan kita sebuah amanah yang akan Dia pintai tanggung jawab kepada kita kelak di hari kiamat. Amanah tersebut Dia berikan kepada kita dalam permasalahan akidah dan tauhid, ibadah dan amal, amanah dalam binis dan muamalah, amanah dalam segala bidang kehidupan. Mirip-mirip dengan amanah yang didapatkan oleh para pelajar, mereka harus menjauhkan diri dari berbagai bentuk kecurangan saat akan ujian, mencontek, menipu, dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam hadits,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang menipu kami, maka bukan termasuk golongan kami.”
Tipuan ini umum, masuk dalam urusan ujian ataupun bukan.
Ibadallah,
Hal lain yang perlu kita perhatikan juga di saat kita hidup di dunia ini adalah tulusnya doa dan keseriusan dalam kembali kepada Allah Jalla wa ‘Ala, karena keselamatan kita di dunia dan di akhirat berada di tangan Allah dan atas taufik dari-Nya.
Ibadallah,
Perlu khatib ingatkan, saat ini banyak beredar doa-doa khusus terkait dengan ujian: ada doa ketika masuk ruang ujian, ada doa ketika mulai menulis di lembar jawaban, ada pula doa ketika selesai dari ujian, dll. doa-doa tersebut tidak memiliki dalil dan sumber yang kuat dan terpercaya. Jika demikian, kita tidak perlu membuat-buat suatu kekhususan, cukup kita doa secara umum sesuai kebutuhan kita tanpa membuat rincian-rincian tertentu yang hakikatnya tidak bersumber dari Alquran dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا بِأَسْمَائِهِ الْحُسْنَى وَصِفَاتِهِ العُلَا أَنْ يَكْتُبَ لَنَا أَجْمَعِيْنَ اَلنَّجَاحُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَالْفَوْزَ بِرِضَاهُ وَأَنْ يَجْنِبْنَا سُخْطَهُ إِنَّهُ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَلِيُ التَّوْفِيْقِ وَالسَّدَادِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ
Ibadallah,
Ingatlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya Jalla wa ‘Ala. Bertakwa dengan berdasar dari cahaya petunjuk dari Allah berharap akan pahala dari-Nya dan meninggalkan wasiat dengan berdasar cahaya petunjuk dari-Nya dengan perasaan takut akan adzba-Nya.
Bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah, karena takwa adalah sebaik-baik bekal yang mengantarkan seseorang untuk menjemput ridha-Nya. Ingatlah! Orang yang cerdas adalah mereka yang menundukkan hawa nafsunya agar beramal untuk kehidupan setelah kematian dan orang yang lemah adalah mereka yang memperturutkan hawa nafsunya lalu terjebak dalam angan-angan yang menipu.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ
اَللَّهُمَّ نَجِّحْ أَبْنَاءَنَا الطُلَّابَ وَأَلْهَمْهُمُ الْهِدَايَةَ وَالصَّوَابَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ . اَللَّهُمَّ اغْفَرْ لَنَا مَا قَدَّمْنَا وَمَا أَخَّرْنَا وَمَا أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا أَنْتَ المُقَدِّمُ وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ . وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارِكْ وَأَنْعِمْ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ اَلْأَمِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
Diterjemahkan dari khotbah Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad